“KSU Srikandi : Wujudkan Petani Kopi mandiri”
Hari itu hujan kecil disertai kabut menyelimuti Dusun Sidorejo, Pekon Ngarip, Kecamatan Ulu Belu, Kabupaten Tanggamus, Lampung. Curah hujan memang cukup tinggi. Desa yang terletak di kaki bukit Rindingan itu berada di ketinggian 1000-1250 Meter diatas permukaan laut (Mdpl).
Sekitar pukul 7 pagi, suhu kira-kira 18 derajat celcius, tak menyurutkan niat Srek Wiyati (41) untuk tetap memproduksi Kopi Bersama Kelompok Simpan Usaha (KSU) Srikandi. Perempuan dengan perawakan tak terlalu tinggi itu sudah hampir lima tahun bergabung dengan KSU Srikandi. Srek bersama 17 anggota lain mendirikan KSU Srikandi pada tahun 2015 silam. Tujuannya, agar petani kopi perempuan di desanya dapat mandiri dan meningkatkan ekonomi masyarakat sekitar. Sampai saat ini anggota KSU mencapai 235 orang.
Sembari memilah kopi, Srek menceritakan masa-masa sulit dulu sebelum KSU Srikandi berdiri. “sebelum tahun 2015 itu, ekonomi petani ini (Petani kopi-red) sangat berantakan mas, amburadul, kami belum bisa mengatur keuangan,” ujar Srek Minggu, (20-12-2020).
Petani kerap kali kalap tiap musim panen tiba. Seluruh hasil panen biasanya habis tak tersisa untuk keperluan rumah tangga. Padahal, kopi merupakan tanaman musiman. Butuh waktu 8-11 bulan bagi kopi dari mulai kuncup hingga matang siap panen. Alhasil saat masa paceklik tiba, petani harus berhutang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
“Musim panen kan hanya sekali, paling banter hanya 3-4 bulan. Nah, sisanya kita bergantung pada hutang di warung untuk kebutuhan sehari-hari,” kata Srek. Jadi, lanjut Srek, seberapapun hasil petani saat musim panen tiba, habis untuk menutupi hutang saat masa paceklik.
Manajemen Rumah Tangga
Menurut Srek, sebelum adanya KSU Srikandi, saat paceklik panjang petani sampai harus berhutang uang kesana-kemari untuk membayar biaya semesteran anak sekolah atau sekadar membeli baju saat lebaran.
Salah satu upaya yang dilakukan KSU Srikandi untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan pelatihan manajemen rumah tangga. Atas dampingan dari Rumah Kolabolasi (RuKo), sebuah konsorsium pelaku pemberdayaan masyarakat dan lingkungan di Lampung, pengurus KSU Srikandi mendapat pemahaman soal menajemen rumah tangga.
“Spirit dari manajemen rumah tangga ini yaitu supaya orang mengetahui seberapa besar pendapatan dan pengeluaran mereka. Sehingga, ada keseimbangan,” ujar Heri Hermiatono, Pegiat RuKo, Jum’at, (18-12-2020).
Menurut Heri, Keluarga merupakan organisasi terkecil. Sehingga, dengan adanya manajemen ekonomi rumah tangga orang akan tahu apa yang harus ditingkatkan dan dikurangi. “sehingga, petani akan paham terkait pengeluaran yang bukan kebutuhan,” kata Heri.
Perilaku petani cenderung belum bisa membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Sehingga, tidak ada sisa hasil panen yang dapat ditabung. Menabung belum manjadi prioritas bagi petani.
Padahal, pada saat-saat tertentu petani kerap kali kesulitan ketika kondisi mendesak. Namun, tidak memiliki tabungan. Petani menabung hanya menunggu sisa panen. Sedangkan, hasil panen nyaris tak bersisa karena harus menutupi hutang sebelumnya. “seharusnya menabung itu menyisihkan, bukan menunggu sisa,” pungkas Heri.
Sunariyah (37) salah satu petani kopi dan anggota Srikandi, mengaku sebelum mengenal Srikandi keluarganya sangat sulit untuk menabung. “bingung, mau nabung ngga tau caranya, kalau di bank katanya harus banyak, namanya orang kecil jadi takut,” ujar Sunariyah, Sabtu, (19-12-2020). Sekarang, lanjut Sunariyah, punya uang sedikit sudah bisa ditabung di KSU.
Sunariyah pun tak memungkiri dulu keluarganya harus berhutang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hal tersebut karena saat panen keluarganya kurang dalam menabung. “kalau sekarang, setiap panen kita mulai sisihkan untuk ditabung. Nanti, kalau swaktu-waktu butuh kita bisa pakai” kata Sunariyah.
Bangun Unit Usaha Kopi Bubuk
Selain Pelatihan, KSU Srikandi juga memiliki Unit Usaha Produksi Kopi Bubuk. Kopi yang diproduksi diberi merek dagang Kopi Srikandi. Ketua KSU Srikandi Sri Wahyuni (46) mengatakan butuh perjuangan panjang sampai akhirnya dapat membentuk unit usaha tersebut.
“dulu kita diberi pelatihan tentang koperasi oleh Rumah Kolaborasi (RuKo) dan World Wide Fund (WWF). Sekitar 30 orang yang ikut. Namun, hanya 18 orang yang mau mendirikan KSU ini,” ujar Sri Wahyuni, Sabtu, (19-12-2020).
Stigma negatif terkait Koperasi masih membayangi petani kopi. Petani cenderung takut untuk bergabung, karena takut uang akan dibawa kabur.
“sulit untuk menyakinkan mereka (petani-red). Jadi, kita meyakinkan dengan menunjukkan kegiatan di Srikandi ini. Sehingga, mereka bisa melihat keuntungan ikut KSU Srikandi,” kata Sri.
Pada awal produksi kopi srikandi mengandalkan sumbangan dari anggota sebanyak 5 kg kopi. Satu kilogram digunakan sebagai bahan percobahan. Sedangkan, 4 kilogram untuk produksi.
Kopi Srikandi sudah terkenal di beberapa daerah di Indonesia. Pemasarannya sudah merambah beberapa kota seperti Serang, Bogor, Riau dan Palembang. Bahkan putra bungsu Presiden RI Joko Widodo, Kaesang pangarep pernah mengunjungi unit produksi kopi srikandi.
“Sekarang kita sedang mempersiapkan untuk ekspor ke perusahaan korea. Kita sedang mengurus sertifikasinya,” pungkas Sri.